Welcome to Ubud Kelod
19 November 2009
30 Juli 2009
Hari Raya Saraswati
Hari Raya Saraswati yaitu hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari itu kita umat Hindu merayakan hari yang penting itu. Terutama para pamong dan siswa-siswa khususnya, serta pengabdi-pengabdi ilmu pengetahuan pada umumnya.
Dalam legenda digambarkan bahwa Saraswati adalah Dewi/ lstri Brahma. Saraswati adalah Dewi pelindung/ pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan sastra. Berkat anugerah dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan.
Dewi Saraswati digambarkan sebagai seorang wanita cantik bertangan empat, biasanya tangan- tangan tersebut memegang Genitri (tasbih) dan Kropak (lontar). Yang lain memegang Wina (alat musik / rebab) dan sekuntum bunga teratai. Di dekatnya biasanya terdapat burung merak dan undan (swan), yaitu burung besar serupa angsa (goose), tetapi dapat terbang tinggi .
Upacara pada hari Saraswati, pustaka-pustaka, lontar-lontar, buku-buku dan alat-alat tulis menulis yang mengandung ajaran atau berguna untuk ajaran-ajaran agama, kesusilaan dan sebagainya, dibersihkan, dikumpulkan dan diatur pada suatu tempat, di pura, di pemerajan atau di dalam bilik untuk diupacarai
Widhi widhana (bebanten = sesajen) terdiri dari peras daksina, bebanten dan sesayut Saraswati, rayunan putih kuning serta canang-canang, pasepan, tepung tawar, bunga, sesangku (samba = gelas), air suci bersih dan bija (beras) kuning.
Pemujaan / permohonan Tirtha Saraswati dilakukan mempergunakan bahan-bahan: air, bija, menyan astanggi dan bunga.
Setelah Saraswati puja selesai, biasanya dilakukan mesarnbang semadhi, yaitu semadhi ditempat yang suci di malam hari atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan menernukan pencerahan Ida Hyang Saraswati
Puja astawa yang disiapkan ialah : Sesayut yoga sidhi beralas taledan dan alasnya daun sokasi berupa nasi putih daging guling, itik, raka-raka sampian kernbang payasan. Sesayut ini dihaturkan di atas tempat tidur, dipersembahkan ke hadapan Ida Sang Hyang Aji Saraswati.
Keesokan harinya dilaksanakan Banyu Pinaruh, yakni asuci laksana dipagi buta berkeramas dengan air kumkuman. Ke hadapan Hyang Saraswati dihaturkan ajuman kuning dan tamba inum. Tamba inum ini terdiri dari air cendana, beras putih dan bawang lalu diminum, sesudahnya bersantap nasi kuning garam, telur, disertai dengan puja mantram:
* Om, Ang Çarira sampurna ya namah swaha.
Semua ini mengandung maksud, mengambil air yang berkhasiat pengetahuan.
23 Juli 2009
Putra Sesana di Santhi Graha Futsal Competition
Tidak ada berselang hitungan hari Putra Sesana Futsal Team sudah harus bertanding lagi di laga santhi graha. Sayangnya pertandingan pertama dengan Kepakisan Team harus mengaku kalah dengan skor 4.2, belum berakhir itu saja di partai penyisihan kedua kita juga belum bisa bekerja maksimal dan kalah lagi atas Klabang Moding team dengan skor 3.2.
Tetapi semangat kita belum pudar meski peluang untuk lolos ke semifinal sangat tipis. Dan atas kerja keras team Putra Sesana akhirnya lolos ke babak semifinal setelah menang melawan Tegal sari team (13.4) dan Pita Maha team.
Semifinal diselenggarakan hari ini di lapangan Petak, Setra Ubud. Dimana Putra Sesana VS Junjungan & Babakn FC VS Kepkisan. Dan Putra Sesana memang masih pantas untuk menang dan melaju pada babak final setelah mengalahkan junjungan 3-2.
Semoga kita bisa mempertahankan Gelar Juara yang kita peroleh tahun kemarin.
Maju terus Putra Sesana!!!!
11 Juli 2009
Jungut Old Star is The Winner
Futsal Putra Sesana Intern di partai final dimeriahi pertandingan antara Pecalang Ubud Kelod VS Pemuda All Star dan Kelian VS Sekaa Sate tungguh yang sangat seru. Pada sesi pecalang VS Pemuda kelihatan sekali permainan didominasi oleh pemuda, sementara kelian VS Sekaa Sate tungguh dimenangi oleh para kelian yang berlangsung sangat sengit, kocak, lucu, dan menegangkan. akhirnya sekaa sate tungguh harus mengakui bahwa kelian-kelian ubud kelod lebih tangguh dan akhirnya sekaa sate tungguh kalah telak 6-3.
Futsal ini diadakan dalam rangka memeriahkan Hari Jadi Sekaa Taruna Putra Sesana yang ke-33 dan penyerahan hadiah akan diberikan pada hari sabtu, 18 Juli 2009 yang akan di adakan di Balai Banjar Ubud Kelod (Selatan) dirangkaikan dengan acara ramah tamah dan hiburan.
Sebelumnya pada tanggal 5 Juli 2009 telah diadakan juga lomba telematika yang diikuti 14 peserta sanggar. Pada lomba tersebut diadakan tes telematika dan lomba mengirim email dengan subject: apa yang anda ketahui tentang sanggar telematika ubud. penyerahan hadiah juga akan diberikan pada puncak perayaan HUT ST. Putra Sesana Ubud Kelod sabtu mendatang.
Acara ini berlangsung berkat kerja rekan-rekan Sekaa Taruna Putra Sesana di bawah bendera silang baang dan tak lupa juga buat para donatur serta sponsor, pihak keamanan serta pihak-pihak terkait lainnya sehingga acara dapat kami langsungkan dengan lancar. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Para Sponsor:
05 Juli 2009
Jadwal Pertandingan Futsal Putra Sesana
FUTSAL PUTRA SESANA INTERN
Minggu, 5 Juli 2009
15.00 wita Pembukaan Turnamen
16.00 wita Campuhan VS Old Star Kelod Kangin
16.45 wita Arjuna VS Monkey Forest
17.25 wita Bisma VS Anggada
Senin, 6 Juli 2009
16.00 wita PKK 1 VS The Princes
16.45 wita Perempatan Final Group A
17.25 wita Perempatan Final Group B
Selasa, 7 Juli 2009
16.00 wita Old Star Babakn VS Old Star Jungut
16.45 wita Red Devil VS Ucil
17.25 wita Krocket Singkong VS Over Dongkrak
Kamis, 9 Juli 2009
16.00 wita Wonder Women VS PKK 2
16.45 wita Semifinal A
17.25 wita Semifinal B
Jumat, 10 Juli 2009
16.00 wita Final Wanita
16.45 wita Final Anak-anak
Sabtu, 11 Juli 2009
16.00 wita Pertandingan Eksebisi Kelian
16.45 wita Final Pria
• Jadwal sewaktu-waktu bisa berubah
20 Juni 2009
Wajah Pesta Kesenian Bali Berubah
Pesta Kesenian Bali merupakan ajang tahunan yang diselenggrakan oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan. Tahun ini PKB memasuki tahun ke-31. PKB yang akan diselenggrakan dari tanggal 13 Juni sampai 11 Juli 2009, dengan mengusung tema “Mulat Sarira”, kembali ke jati diri, Pemerintah mencoba mengubah tampilan PKB dengan wajah dan konsep yang baru.
Pesta Kesenian Bali sendiri merupakan sebuah gagasan luhur oleh mantan Gubernur
Tahun ini PKB sudah memasuki tahun yang XXXI. Memang ada beberapa kekurangan yang dirasakan oleh Pemerintah Provinsi dalam pelaksanaan PKB beberpa tahun terakhir ini, maka dari itu Pemerintah berusaha mengubah format PKB dari biasanya. Suasana pasar malam memang kental dalam pelaksanaan PKB selama ini, Pemerintah berusaha mengubah image itu. Maka terbentuklah wajah PKB yang baru seperti sekarang ini. Stan kuliner mewarnai PKB XXXI, dimana sembilan kota dan kabupaten menampilkan kuliner khas mereka. Stan kuliner memang baru di PKB tahun ini. Jumlah stan kerajinan dan industri tahun ini berkurang drastis untuk menghilangkan kesan pasar malam. Selain pengerajin-pengerajin yang ditertibkan dalam PKB tahun ini, para pedagang asongan juga lebih ditertibkan. Pedagang asongan yang terjaring dalam PKB tahun ini berjumlah seratus orang. Mereka dibekali dengan baju kaos PKB XXXI dan Id Card untuk bisa memasuki areal Taman Budaya (Art Centre). Mereka juga dilarang duduk berjejer, untuk menghilangkan kesan pasar malam. Mereka dituntut untuk berjualan keliling, jika lelah mereka bisa duduk istirahat, namun dilarang duduk berjejer.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam format PKB bukan hanya dalam bentuk stan-stan yang ada di Art Centre saja, melainkan dalam pawai pembukaan PKB. Biasanya pawai dilakukan di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi), Jalan Raya Puputan, Niti Mandala Renon. Dalam PKB tahun 2009 jalur pawai lebih panjang, yaitu dimulai dari lapangan Puputan Badung hingga Art Centre. Panggung kehormatan pun ada tiga buah, yaitu di depan lapangan Puputan Badung, di Banjar Kelandis dan terakhir di Banjar Kedaton. Hal itu dilakukan supaya masyarakat luas bia dengan leluasa menonton pawai, kembali ke pemikiran awal sang penggagas PKB, Prof. Ida Bagus Mantra, bahwa pawai bukan untuk pejabat, melainkan untuk rakyat. Pemandangan beda dalam pawai PKB XXXI ini juga terlihat dengan tidak hadirnya Presiden untuk melepas pawai, dimana tahun-tahun sebelumnya Presiden selalu hadir untuk melepas pawai. Presiden hanya hadir dalam pembukaan PKB yang dilaksanakan di panggung terbuka Ardha Candra, Art Centre. Kehadiran Presiden SBY kala itu mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat.
Pementasan-pementasan kesenian juga ditingkatkan baik dalam segi kualitas maupun kuantitas dari tahun sebelumnya. Tahun ini pemerintah berusaha untuk membangkitkan seni musik Gambang, salah satu seni musik khas tradisional Bali. Seni musik Gambang merupakan salah satu cikal bakal dalam perkembangan seni musik-seni musik yang telah berkembang selama ini di Bali. Selain penampilan seni musik Gambang, terdapat juga tari-tarian, seni musik kontemporer, Utsawa Dharma Gita, lomba-lomba, dan partisipasi dari luar daerah baik dalam negeri maupun luar negeri.
Format PKB tahun 2009 memang telah berubah. Perubahan ini diharapkan berdampak positif bagi citra PKB yang melekat selama ini. Memang belum kelilhatan sempurna, namun dari sini terlihat bahwa Pemerintah telah bekerja keras untuk memulihkan citra PKB dan merealisaikan pemikiran awal konstruktor PKB, Prof. Ida Bagus Mantra. Akan tetapi, bagaimanapun bentuk dan formatnya, PKB merupakan ajang pesta kesenian yang pelaksanaannya selalu ditunggu oleh masyarakat.masyarakat berharap PKB akan semakin membaik dari tahun ke tahun.
15 Juni 2009
Ubud Writers & Readers 2009
Suka Duka : Compassion and Solidarity
7 October – 11 October 2009
The established will meet the new.
The East will cross paths with the West.
It will be a literary celebration like no other.
This year’s Ubud Writers & Readers Festival promises to be as exciting as ever. Our 2009 theme Suka-Duka: Compassion & Solidarity.
Suka Duka is an ancient communal wisdom that for centuries has been one of the main pillars of Bali’s traditional institutions and communities. The principle has guided the members of the traditional institutions, such as banjar (neighbourhood organisations) and desa pakraman (customary villages), to act as one single entity in dealing with life’s hardships and blessings. The suffering of one member will be shouldered by all, while the joy of one will be shared by the other.
The theme reflects the Festival’s commitment to turn this literary gathering into an inspiring moment, through which writers and readers from every corner of the world can establish a mutual understanding as well as a common platform to remind the world of the need to think and act as one single, compassionate entity, particularly during this epoch of violent conflicts and social turmoil.
Linger over a literary lunch or candle-lit dinner in some of Ubud’s elegant hotels and gracious homes featuring our acclaimed writers and visiting chefs. Enjoy poetry under the shade of a Buddhist stupa and late night martinis and readings in one of Ubud’s legendary bars. Be dazzled by some of the finest performance poets in the region in grass-roofed venues surrounded by ricefields. Watch plays and theatre in Ubud’s temples set in frangipani and lotus gardens.
Join workshops that teach the craft of writing, in between book launches, performances, exhibitions, cocktail parties and celebrations into the early hours of the morning.
And if that is not enough, the 2009 Festival will take to the streets once again with a dazzling carnival of poetry and performance in one of Ubud’s charming laneways.
Is it any wonder we are named ‘one of the six best literary festivals in the world!’
04 Juni 2009
Sisi Lain Lomba Kelurahan
Walaupun kini masih dalam tahap penantian istilah kata dari sebuah acara tv, H2C Harap-harap Cemas...., Tapi... sepertinya... bukan itu menjadi target utamanya. Ada sisi lain dan hikmah dari pelaksanaan kegiatan kelurahan ini sungguh membawa dampak positif yang teramat sangat, yakni;
Gotong Royong
Budaya gotong royong yang selama ini nyaris menghilang, kembali menggeliat dalam 5 bulan belakangan ini, meskipun rutinitas ngayah banjar dalam kegiatan adat maupun upacara keagamaan Ubud tak pernah kosong dalam lingkaran-lingkaran kalender, tidak saja kegiatan berdasarkan pawekon maupun perhitungan sasih(bulan).... juga kegiatan-kegiatan adat lainnya yang berhubungan dengan kemanusiaan. Suasana gotong royong memang terasa lain, aksi peduli lingkungan, yang terasa kurang sereg bila dilakukan sendiri, berubah menjadi penuh semangat. Membersihkan selokan, yang masih saja ada membudayakan diri membuang sampah ke saluran air yang sangat bertentngan dengan konsep Tri Hita Karena kan?! Ya.. semoga saja dengan gotong royong kepedulian terhadapa lingkungan semakin meningkat. Lanjutkan!!!
Kebersamaan & Kerjasama
Kerja sama dalam interaksi sosial untuk mewujudkan visi serta misi yang telah disepakati bersama dalam Lomba Kelurahan ini, tentu membutuhkan pertemuan dengan kwalitas dan kwantitas yang cukup intens, karena ada banyak hal yang kita benahi, ada banyak persiapan, ada banyak binaan-binaan. Terutama para Wanita Bali yang tak mau kalah, mendukung mengambil peran sesuai kodratinya, dalam kegiatan lomba kelurahan ini, para ibu-ibu PKK yang kini perpanjangan katanya menjadi Pemberdayaan Kesejahtraan Keluarga. Para ibu-ibu di banjar bukan hanya bisa ngegosip lho...., tapi serius dibina mengaplikasikan diri dala perannya mengijowantahkan 10 Program pokok PKK, yakni; Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, gotong royong, Sandang, Pangan, Pemahaman dan tata laksana rumah tangga, Pendidikan ketrampilan, Kesehatan, Mengembangkan Kehidupan berkoprasi, Kelestarian Lingkungan dan Perencanaan Sehat. Wow... bisa dibayangkan memenuhi setiap aspek kehidupan dong...., sungguh mulia wanita Bali. Ups.... ah bukan saja kaum ibu yang ambil dalam lomba kelurahan, tentu saja bapak-bapak dan tidak ketinggalan kaum muda yang tergabung dalam Sekaa Taruna jugalah.... ( ada dech).
Tertib Administrasi
Yang menjadi penilaian utama dalam lomba kelurahan bukan saja lingkungan tapi apa yang tertulis dan tercatat, baik sajian angka, jumlah berupa data adalah syarat mutlak, oleh karena tertib administrasi, merupakan informasi bagi kita untuk mengambil suatu kebijakan dan keputusan. Apa yang tersurat adalah hal yang tersirat di dalamnya, apakah itu mencerminkan pribadi-pribadi yang ada di dalamnya? barangkali merupakan gambaran sebuah transparasi yang berkecambah sesuai tuntutan reformasi atau juga demokrasi yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah lingkungan, (alah... apaan tuch).
Begini-begini.... setiap aktipitas sosial yang ada di Banjar, baik itu sekaa, persatuan, organisasi, koprasi, sanggar Telematika diantaranya, harus jelas strukturnya, wadahnya, aktifitasnya, prestasinya, anggaotanya, agenda kegiatannya, persutannya, kepemilikan inventarisnya dan dana-dana yang dikelola, harus jelas sak detil-detilnya, transpansi itu maksudnya, terarah, terukur dapat dipertanggung jawabkan secara accountable.
Bukan saja organisasi, Jumlah Penduduk dengan segala status keberadaanya, keyakinan, pekerjaan, status tentunya menjadi perhatian yang cukup serius, untuk mengetahui laju tingkat perekonomian, kesejahteraan, (Poleksosbud Hankam).
Eh.... yang ga kalah penting, menjelang Pilpres 9 Juli nanti, Daftar Pemilih Tetap juga ada agar tidak ada saling tuding nantinya, ga terdaftarlah...., alasan golputlah, ternyata tertib administrasi saling terkait satu sama yang lainnya, sebagai landasan untuk cross_check lintas sektor kehidupan.
Nah... sekarang jelas kan maksud dan tujuan tertib administrasi???
Kreatipitas
Pada acara penilaianLomba Kelurahan Ubud, Selasa 26 Mei 2009, kelurahan Ubud nampakmenawan, ada banyak kreatifitas yang dapat ditunjukkan, bukan saja mulai dari penampilan diri dalam balutan tata busana, jalan dan fasilitas umum tampak bersih, banjar, tertata rapi lengkap dengan administrasi, dan pajangan kreativitas seni dimensi, ada foto, hidangan tata boga, bahkan banjar di sulap menjadi workshop bagi ketrampilan dan peukis, pematung, penari unjuk kebolehan.
Belum lagi Wantilan Ubud dan Puri Saren Ubud sebagai tempat central penyambutan tim juri penilai dari Provinsi Bali, karuan saja menjadi pusat perhatian.
Semua tertuang, seirama dengan gambelan Bali yang selalu dinamis, mengiringi dalam setiap ruang, gerak dan nafas kehidupan.
Ternyata...
Lomba Kelurahan Ubud menyisakan sepenggal kenangan, menyadarkan akan sisi lain dari sekedar sebuah lomba atau ajang, tentunya bukan lomba sialan...
Lomba Kelurahan ini, mengingatkan kita akan budaya gotong royong, kebersamaan dan kerjasama, disiplin dan berkreasi menyemangati hidup.
Semoga Kehidupan ini lebih hidup dalam bingkai kedamaian dan Ubud sebagai tempat yang Shanti.
01 Juni 2009
Kelurahan Ubud dinilai Tim Provinsi
Penyambutan Tim Penilai Tim Penilai oleh Bupati Gianyar beserta Instansi Masyarakat
Selasa (26/5) kemarin, Kelurahan Ubud dinilai oleh tim lomba kelurahan tingkat Provinsi Bali. Masyarakat Kelurahan Ubud tampak begitu antusias menyambut kedatangan Tim Penilai Lomba yang dipusatkan di Wantilan Desa Pakraman Ubud. Kegiatan lomba ini kontan menyedot perhatian para wisatawan yang ada di Ubud.
Tim Penilai menuju Balai Wantilan Ubud
Acara penilaian lomba tampak sedikit berbeda dari kelurahan daerah lainnya. Lomba diawali dengan doa bersama yang dipimpin Bupati Gianyar, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Dimaksudkan, agar arwah almarhum Lurah Ubud, I Made Wartana, bisa tenang di sisi Tuhan, serta mendapatkan penghargaan atas jerih payahnya dalam mempersiapkan lomba Kelurahan Ubud.
Lurah Ubud, Wakapolsek Ubud & Danramil Ubud
Bupati Gianyar menyampaikan lomba kelurahan merupakan ajang evaluasi pembangunan dan mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam ikut serta mempercepat proses pembangunan. Perkembangan pariwisata saat ini tidak menjadikan masyarakatnya individual dan tersier tetapi masih berpartisipasi aktif secara bergotong royong mempercepat proses pembangunan. 'Ini potensi luar biasa Ubud, di samping potensi SDM serta delapan indikator pembangunan yang ada,' jelasnya.
Bendesa Ubud Tjokorda Raka Kertyasa, S.Sos
bersama Ketua Tim penilai Drs. I Wayan Sadia, M.Si
Ketua Tim Penilai Drs. I Wayan Sadia, M.Si. menyampaikan lomba ini merupakan sarana evaluasi kinerja pemerintahan dalam pembangunan dalam dua tahun terakhir dilihat dari delapan indikor penilaian. Melalui lomba diharapkan dapat memotivasi dan mendorong kelurahan dalam perbaikan pembangunan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara Lurah Ubud, I Wayan Ardana, Ap. MA dalam laporannya menyebutkan Kelurahan Ubud merupakan satu-satunya Kelurahan di Kecamatan Ubud yang memiliki luas wilayah 7,8 Km2, dengan Jumlah penduduk 11.183 jiwa. Secara administratif Kelurahan Ubud terdiri dari 13 lingkungan, 6 desa pakraman, dan 12 banjar adat.
Mata pencaharian sebagian besar berkecimpung di sektor pariwisata. Satu hal yang patut dihargai dalam pembangunan di Kelurahan Ubud adalah terciptanya kesadaran dan partisipasi aktif yang begitu tinggi dari segenap komponen masyarakat.
Oleh karena itu, pembangunan yang berbasis potensi masyarakat menjadi konsep yang sangat realistis untuk terus ditingkatkan. 'Kondisi ini dimungkinkan mengingat Kelurahan Ubud sangat kaya dengan berbagai potensi untuk memajukan kesejahteran masyarakatnya. Dan, telah banyak berdampak positif bagi kondisi Kelurahan Ubud saat ini,' jelasnya.
Penyerahan Profil Ubud
Tak ketinggalan, peran serta Ubud Kelod dalam lomba tersebut. Dimana Sanggar Telematika yang di Suport Telkom di bawah pengawasan Sekaa Taruna Putra Sesana Ubud Kelod juga mendapat perhatian dari tim penilai. Mereka menilai perkembangan teknologi memang sangat dibutuhkan pada saat ini.
Tim penilai menonton profil yang diberikan Kelurahan di sanggar tersebut. Secara tidak langsung tim penilai sudah mendapatkan data-data kelurahan dalam bentuk audio visual. Dan dengan mudah melihat kegiatan sehari-hari di Kelurahan Ubud.
Suasana Penilaian di Banjar Ubud Kelod
Situasi Penilaian di Sanggar Telematika Ubud Kelod
22 Maret 2009
Panca Walikrama Pura Agung Besakih
Pada hari rabu, 25 Maret 2009 (Budha Pahing Kuningan) umat Hindu di Indonesia kembali menyelenggarakan Karya Agung Panca Bali (Wali) Krama sebagai salah satu rangkaian siklus upacara Bhuta Yadnya dalam agama Hindu yang berhubungan dengan Ekadasa Rudra. Apabila Ekadasa Rudra diselenggarakan bertepatan dengan Tilem Caitra saat tahun Saka berakhir dengan 00 atau rah windu tenggek windu atau windu turas (setiap seratus tahun sekali), maka Panca Bali Krama diselenggarakan bertepatan dengan Tilem Caitra saat tahun Saka berakhir dengan 0 atau rah windu (setiap sepuluh tahun sekali) seperti tersurat di dalam lontar Indik Ngekadasa Rudra. Landasan yang digunakan sebagai dasar terselenggaranya Karya Agung Panca Bali Krama tersurat di dalam kitab suci Veda, Samhita, Brahmana, Aranyaka, Upanisad, dan kitab-kitab Purana.
Sebagai salah satu rangkaian siklus Panca Maha Yajnya,Bhuta Yadnya tidak terpisahkan dengan rangkaian Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Resi Yadnya dan Manusa Yajnya karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Kata yajnya memiliki makna yang dalam karena dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Tidak hanya dalam bentuk pelaksanaan upacara, namun dapat berbentuk berbagai aktivitas kerja. Dalam kitab suci Veda, uraian tentang yajnya dan karma (kerja) diuraikan dalam satu kesatuan. Kitab Bhagawad Gita misalnya, tidak hanya menguraikan tentang ethos kerja tetapi juga hakikat kerja. Yajnya dan karma adalah jalan pembebasan, jalan pembebasan diri dari belenggu materialisme.
Karya Agung Ekadasa Rudra telah diselenggarakan di Bali pada Tilem Caitra Saka 1900 (Maret 1979) sebagai rangkaian siklus Bhuta Yadnya, dilanjutkan dengan Karya Agung Panca Bali Krama setiap sepuluh tahun sekali. Terakhir, Panca Bali Krama diselenggarakan bertepatan dengan Tilem Caitra (Tilem Kasanga) Saka 1920, tanggal 17 Maret 19999 yang dipusatkan di Bancingah Agung Pura Panataran Agung Besakih, di kaki Gunung Agung.
Selain diselenggarakan dalam kurun waktu tertentu, Panca Bali Krama juga diadakan pada saat-saat tertentu sesuai keperluan. Menurut teks lontar Bali, tercatat ada beberapa jenis Panca Bali Krama sebagai berikut:
a. Panca Bali Krama yang diadakan pada saat tahun Saka berakhir dengan 0 (rah windu) atau menjelang pasalin rah tunggal, misalnya tahun Saka 1910, 1920, dan seterusnya.
b. Panca Bali Krama Panregteg diadakan tidak terikat dengan rah windu, tetapi dilaksanakan karena Panca Bali Krama sudah lama tidak diadakan.
c. Panca Bali Krama yang diadakan di Pura Panataran Agung Besakih karena terjadi bencana alam yang bertubi-tubi, seperti desa-desa hilang tersapu banjir, desa-desa ditelan bumi karena gempa dahsyat, gunung meletus disertai hujan abu yang menyebabkan bumi gelap gulita, hama merajalela, umur manusia pendek, orang jahat dikira baik, sebaliknya orang baik dikira jahat, dan lain-lain.
d. Panca Bali Krama yang diadakan di tempat-tempat tertentu di luar Pura Panataran Agung Besakih, misalnya di pusat kerajaan (sekarang kabupaten/kota atau propinsi) untuk menyucikan wilayah tertentu. Di masa lalu, pernah diadakan di Denpasar dan Mengwi.
e. Panca Bali Krama Ring Danu, ialah Panca Bali Krama yang diadakan di danau (biasanya dipilih danau yang terbesar) serangkaian dengan upacara Candi Narmada di samudra (laut). Upacara itu seharusnya dilaksanakan sebelum diadakan Karya Agung Ekadasa Rudra. .
Panca Bali Krama: Bhuta Yajna dan Dewa Yajna
Yadnya, yang telah dan akan dilakukan oleh umat Hindu merupakan kewajiban yang patut dilaksanakan. Keseluruhan rangkaian yadnya diklasifikasikan dalam Panca Maha Yajna yang terdiri atas Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya, seperti disuratkan dalam kitab suci Veda dan secara eksplisit ditegaskan dalam Kitab Satapata Brahmana maupun Manawa Dharmasastra (III, , 68, 69, 70, 71 dan 72) (lihat Die Religionen Indies I, Veda und ulterer Hinduismus, Kohlhamer, 1960). Dengan demikian, pelaksanaan yajna sesungguhnya berlandaskan ajaran kitab suci Veda.
Bhuta Yadnya merupakan persembahan kepada bhuta yang merupakan unsur-unsur yang membangun alam semesta (bhuwana alit maupun bhuwana agung atau segala bentuk material di alam raya ini), disebut panca maha bhuta, terdiri atas prethiwi (unsur tanah), apah (unsur air), teja (unsur sinar), vayu (unsur angin) dan akasa (ether), yang dibentuk oleh lima unsur lebih halus, disebut panca tan matra yang tediri atas gandha (unsur bau), rasa (rasa), sparsa (sinar), rupa (rupa) dan sabda (suara).
Semua unsur tersebut berstruktur dan bersistem dalam harmoni. Namun dalam perjalanan waktu, karena tindakan dan perbuatan manusia, kadangkala mengalami disharmoni. Oleh karena itu dalam kurun waktu tertentu diadakan upacara untuk mengharmoniskannya dengan upacara Bhuta Yajna dan upakara bali, berupa caru atau tawur. Harapan yang ingin dicapai ialah Bhuta Hita atau Jagat Hita maupun Sarwa Prani Hita, keharmonisan yang akan memberikan kerahayuan hidup bagi manusia dan mahluk lainnya.
Bhuta Yajna diadakan di tempat dan pada waktu terpilih (pangaladesa, subhadiwasa), yaitu pada Tilem Caitra (Tilem Kasanga), ketika matahari berada di atas khatulistiwa dan ketika bumi, bulan dan matahari dalam posisi tegak lurus. Posisi Bhuwana Agung pada saat ini (terlebih pada saat sandhya-kala) dipandang sebagai posisi yang tepat untuk mengadakan Bhuta Yajna. Penyelenggaraannya dilakukan di sebuah tempat yang secara simbolis dianggap sebagai madhyanikang bhuwana (tengahnya dunia), di sebuah natar (lebhuh, pempatan) di mana prethiwi (bumi, tanah) dan akasa (langit) bersemuka.
Setelah upacara Bhuta Yajna dilaksanakanlah upacara Dewa Yajna sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan. Ketika bulan sempurna di langit (purnama) diselenggarakanlah Dewa Yajna. Purnama kadasa (juga Purnama Kartika) adalah purnama yang dianggap paling “sempurna”, karena saat itu bulan purnama berada paling dekat dengan garis khatulistiwa. Inilah yang dipandang sebagai “subhadiwasa” untuk melaksanakan Dewa Yajna.
Oleh karena itu, upacara Ngusaba Kadasa yang disebut juga Bhatara Turun Kabeh.
Menurut pandangan Agama Hindu, manusia hidup “di antara” Bhuta dan Dewa, maka dengan melaksanakan Bhuta Yajna dan Dewa Yajna diharapkan manusia menyadari dirinya yang pada hakikatnya adalah “Cahaya Tuhan” yang berasal dari dan akan kembali kepada “Sang Maha Cahaya”. Bukan sebaliknya ‘jatuh” ke dalam kegelapan (bhuta).
Tetapi bhuta perlu dijaga keharmonisannya (somya) dengan berbagai upaya sebagaimana diajarkan dalam ajaran Agama Hindu. Bhuta Yajna juga diselenggarakan karena manusia menjadikan bhuta (juga tan matra) sebagai obyek indrianya. Obyek indria diupayakan dalam keadaan bhuta hita sehinga dengan demikian kerahayuan hidup akan dapat dicapai. Setelah bhuta menjadi somya, maka Hyang Bhutapati yang juga adalah Hyang Pasupati atau Hyang Jagatpati distanakan lalu dipuja. Dengan demikian, Panca Bali Krama di samping sebagai Bhuta Yajna, pada dasarnya juga adalah Dewa Yajna, pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Panca Bali Krama dan Panca Brahma
Kitab Wrehaspati Tattwa menyuratkan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa disebut sebagai Sadasiwa dengan singgasana Padmasana (singgasana teratai) yang memancar ke arah empat penjuru alam semesta. Secara antrophomorfis diwujudkan dalam empat Kemahakuasaan yang maha gaib sebagai empat Dewa yang menjadi Penguasa empat penjuru alam semesta. Saktinya (Kemahakuasaannya) terdiri atas Wibhu Sakti (Maha Ada), Prabhu Sakti (Maha Kuasa), Jnana Sakti (Maha Tahu) dan Kriya Sakti (Maha Pencipta), disebut Cadu Sakti atau Catur Sakti, yakni Empat Kemahakuasaan Hyang Siwa. Hyang Sadasiwa yang berstana di tengah bunga padma adalah mantratma, mantra sebagai wujudNya. Isana sebagai kepala, Tatpurusa sebagai muka, Aghora sebagai hati, Bhamadewa sebagai badan halus, Sadyojata sebagai wujudNya, Aum. Hyang Sadasiwa (Tuhan Yang Maha Kuasa) wujudnya bening seperti kristal. Kelima wujud itu disebut Panca Brahma atau Panca Dewata, masing-masing denagn bija aksaraNya (aksara suci): SANG, BANG, TANG, ANG, ING. Dalma konsepsi padma bhuwana atau padma mandala masing-masing sebagai:
a. Penguasa penjuru Timur alam semesta (Purwa) adalah Sadyojata denga gelar lain Iswara;
b. Penguasa penjuru Selatan (Daksina) adalah Bhamadewa dengan gelar lain Brahma;
c. PEnguasa penjuru Barat (Pascima) adalah Tatpurusa dengan gelar lain Mahadewa;
d. Penguasa penjuru Utara (Uttara) adalah Aghora dengan gelar lain Wisnu;
e. Penguasa di pusat (Madhya) adalah Siwa sendiri disebut juga ISana, Penguasa Yang Maha Agung.
Panca Brahma (lihat Vasudeva S. Agravala (1984)) adalah penguasa dari Panca Maha Bhuta dan Panca Tanmatra. Sadyojata penguasa Pratiwi (tanah) dan gandha (bau), Bhamadewa penguasa apah (air) dan rasa (rasa), Aghora penguasa teja (api) dan sparsa (cahaya, warna), Tatpurusa penguasa bayu (angin) dan rupa (rupa), Isana adalah penguasa akasa (ether) dan sabda (suara). Panca Brahmajuga menjadi pengendali Panca Jnanendriya atau Panca Bhudindriya. Sebagaimana halnya akasa, Isana juga pengendali srotendriya (indria pendengar), Tatpurusa pengendali twakindriya (indria rasa sentuhan), Aghora (pengendali cakswindriya (indria penglihatan), Bhamadewa pengendali jihwendriya (indria rasa lidah), Sadyojata adalah pengenali ghranendriya (indria penciuman). Seperti diketahui, Panca Tanmatra adalah obyek Panca Jnanendriya, dan Panca Tanmatra adalah unsur dasar yang membangun Panca Maha Bhuta.
Dengan demikian, tampaklah hubungan yang erat antara Panca Brahma dengan Panca Maha Bhuta, Panca Tan Matra, dan Panca Jnanendriya sehingga jelas pulalah makna Karya Agung Panca Bali Krama yang diselenggarakan oleh umat Hindu merupakan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan KekuasaanNya yang membentang ke empat penjuru alam semesta (Bhuta Iswara, Bhutapati) untuk memohon kerahayuan jagat (bhuta hita, jagathita). Bersamaan dengan itu, umat Hindu mengukuhkan kesadarannya tentang hakikat keberadaannya di alam semesta ini, hakikat dirinya yang suci, hakikat tujuan hidupnya untuk manunggal,kembali pada asalnya, Tuhan Yang Maha Suci.
Panca Bali Krama, Panca Giri dan Pura Panataran Agung Besakih
Lontar Tantu Pangelaran menyiratkan bahwa gunung (giri, meru, parwata) memberikan kerahayuan (amreta) kepada manusia yang hidup di kaki dan datarannya. Selain itu, gunung merupakan pusat orientasi kesucian bagi umat Hindu, gunung-gunung dipandang sebagai satu kesatuan sehinga muncul konsepsi panca giri. Kitab-kitab yang mengajarkan ajaran yoga, pertama-tama menguraikan tentang Gunung Mahameru sebagai tempat Sthana Hyang Siwa yang digambarkan sebagai pusat padma dunia raya.
Bagi seorang sadhaka, gunung itu terletak di sahasrara padma, di kepala manusia, tempat Hyang Siwa menurunkan ajaran-ajaranNya yang kemudian dicatat dalam berbagai Yamala, Damara, Siwasutra dan Kitab Tantra dalam bentuk tanya jawab (dialogis catekismus) antara Hyang Siwa dengan SaktiNya Dewi Parwati. Gunung dalam alam sakala maupun niskala sangat penting bagi umat Hindu, dipandang sebagai linga acala, linga yang tidak bergerak.
Karena gunung yang tertinggi (Mahameru, Gunung Agung) dinyatakan berada di pusat padma dunia, maka gunung-gunung yang lain menempati posisi dik widik. Dunia atau wilayah yang lebih kecil digambarkan sebagai bunga padma, disebut padma bhuwana atau padma mandala sehingga dalam konteks Bali, Gunung Agung menempati posisi di tengah padma mandala, Gunung Lempuyang di Timur, Gunung Andakasa di Selatan, Gunung Batukaru di Barat dan Gunung Batur di Utara.
Di tempat tersebut didirikan pura atau tempat suci utama, menempati posisi dik, sementara yang menempati posisi widik adalah Pura Gua Lawah di Tenggara, Pura Luhur Uluwatu di Barat Daya, Pura Pucak Mangu di Barat Laut. Pura Agung Besakih juga menempati posisi Timur Laut (Airsanya). Pura yang biasa disebut Sad Kahyangan tersebut merupakan kesatuan, bagaikan sebuah bunga padma dengan delapan helainya (dala) yang menunjuk delapan penjuru, dengan sarinya berada di tengah.
Pada sari bunga padma yang suci itu didirikan Padma Agung (Padma Tiga) yang merupakan Panataran Agung Besakih masih memiliki dala pada posisi dik, masing-masing Pura Gelap (Timur, Sadyojata, atau Iswara). Pura Kiduling Kreteg (Selatan, Bhamadewa atau Brahma), Pura Ulun Kulkul (Barat, Tatpurusa atau Mahadewa), Pura Batu Madeg (Utara, Aghora atau Wisnu) yang disebut Pura Catur Lokaphala atau Catur Dala. Secara holistik, maka Padma Tiga Pura Panataran Agung Besakih, pertama-tama disangga oleh pura catur dala, selanjutnya ditopang lagi oleh pura Sad Kahyangan (pura utama) yang terletak di delapan penjuru Pulau Bali atau asta dala. Pura Kahyangan Jagat yang didirikan di seluruh Nusantara dapat berfungsi sebagai sahasra dala, seribu kelopak bunga padma.
Apabila pelaksanaan upacara besar di Pura Agung Besakih diperhatikan, khususnya upacara Bhatara Turun Kabeh dalam rangka Panca Bali Krama merefleksikan telah diterapkannya konsepsi padma kuncup. Dalam rangkaian upacara Tabuh Gentuh (setiap tahun), Dewata yang disthanakan pada masing-masing pura catur dala, disatukan di tengah (Pura Panataran Agung). Dewata yang disthanakan di pura catur dala yang lebih jauh (Pura Lempuyang Luhur, Pura Andakasa, Pura Batukaru, Pura Batur) disatukan di Pura Panataran Agung Besakih, dan akhirnya pada upacara Bhatara Turun Kabeh dalam rangkaian Karya Agung Baligya Marebhu Bhumi (seribu tahun sekali), Dewata yang disthanakan di pura sahasra dala secara simbolis juga disatukan di Pura Panataran Agung Besakih. Begitu pentingnya posisi Pura Agung Besaki (dari kata “basuki” berarti rahayu), pura yang senantiasa dijaga keagungan, keindahan dan kesuciannya, sehingga pada dasarnya merupakan perwujudan ajaran Satyam Siwam Sundaram
Panca Bali Krama, Tahun Saka dan Nyepi
Perhitungan penetapan tahun Saka tidak hanya melihat posisi matahari (surya pramana) tetapi juga posisi bulan (candra pramana) sehingga disebut surya candra pramana. Sistem penetapan Tahun Baru Saka menunjukkan bahwa umat Hindu sangat memperhatikan benda-benda “bersinar” di langit sebagai refleksi senantiasa mengembangkan wawasan kesemestaan, kesejagatan (Brahmanda). Benda-benda “bersinar” di langit, secara langsung dirasakan pengaruhnya pada kehidupan manusia di bumi, khususnya kaitannya dengan perubahan musim. Namun, secara spiritual menunjukkan bahwa agama Hindu berorientasi pada “sinar” (divine) sehingga muncullah kata Dewa (dari div berarti bersinar). Umat Hindu menyadari hakikat dirinya adalah “Cahaya Suci Tuhan Yang Maha Kuasa”, selanjutnya ingin membangun dirinya menjadi divine man, lebih lanjut membangun divine society, manusia dan masyarakat yang memancarkan Sinar Suci Tuhan Yang Maha Kuasa. Secara etis, manusia Hindu ingin melenyapkan sifat-sifat kegelapan atau keraksasaan dalam dirinya (asuri sampat) dan memupuk terus sifat-sifat kedewataan (daivi sampat). Inilah landasan yang sangat esensial bagi pembangunan jati diri manusia dan peradaban Hindu.
Surya sebagai benda bersinar di langit yang diam dan tidak berubah merupakan pusat orientasi umat Hindu, bukan pada sesuatu yang berubah. Tuhan Yang Maha Kuasa adalah Abadi. Oleh karena itu, Beliau disebut Sangkan Paraning Dumadi (dari mana dan hendak kemana manusia pergi). Oleh karena itu pula, Surya dijadikan simbol sesuatu yang Abadi, Maha Cahaya, lalu dijadikan sthana Tuhan Yang Maha Kuasa, Hyang Siwa Aditya.
Pada saat Surya tegak di atas khatulistiwa, disebut Wiswayana (apabila Surya berada di sebelah selatan khatulistiwa disebut Daksinayana, bila di utara khatulistiwa disebut Uttarayana) dipandang sebagai saat yang tepat untuk melaksanakan upacara penyucian bhuwana dan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah itu, umat Hindu memasuki tahun baru dengan melaksanakan “brata penyepian”. Artinya, dalam mengawali langkahnya memasuki kehidupan yang baru, umat Hindu melaksanakan ajaran agamanya yang terpenting, yaitu tapa, brata, yoga dan samadhi, yang pada intinya berisi pengendalian diri dan pemusatan pikiran kepada Sang Pencipta.
Pada Hari Nyepi, umat hindu berharap dapat memasuki alam sunya, alam yang sempurna, heneng (tenang) dan hening (jernih). Dang Hyang Kamalanatha (Dang Hyang Dwijendra) dalam karyanya Dharma Sunya dan Dharma Putus menekankan bahwa sunya tersebut adalah kesadaran ketika telah bersatu dengan Paramasiwa yang dipuja sebagai Sang Hyang Sakala Atma (jiwa dari segala yang hidup), dan digambarkan sebagai “Sang Saksat pinakesti ning manah aho” (Beliau yang tak ubahnya sebagai isi pikiran suci), serta “Sang mawak ring tuturku” (Beliau yang mewujud dalam kesadaranku). Demikianlah alam sunya adalah tujuan tertinggi yang diyakini dapat dicapai dengan latihan yang dilakukan terus menerus. Itulah sebabnya Agama Hindu memberi kedudukan terpenting pada ajaran tapa, brata, yoga dan samadhi, antara lain dengan jalan melakukannya secara bersama-sama pada hari Nyepi.
Posting : Dw Arbi